Sunday, November 7, 2021

 

HAMBATAN GURU DALAM PENGGUNAAN TIK DALAM PEMBELAJARAN  


    Seperti yang kita ketahui bersama dan kamipun merasakan bahwa memang benar guru bukan lagi menjadi satu satunya sumber belajar utama. Keberadaan dunia internet melali gadget yang dimiliki masyarakat sudah tak dapat dibendung. Semaraknya kepemilikan HP menjadi salah satu kemudahan dalam memanfaatkan dunia maya. Apalagi di masyarakat perkotaan yang memiliki akses internet yang mudah, cepat memberikan penggunaaan dunia maya semakin tak terkontrol. Kontrol utama adalah orangtua karena guru sanggat sulit untuk mengatasi pengontrolan keberadaan penggunaan internet secara langsung.

    Pengaruh Media dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat dinilai sebagai guru ketiga saat ini lantaran pengaruhnya lebih besar dari guru pertama (orang tua) dan guru kedua (guru di sekolah). Guru bukan lagi menjadi satu satunya sumber belajar utama. “Pengertian mengajar bukan lagi mentransfer ilmu, tetapi lebih kepada bagaimana membuat orang menjadi belajar. Tujuan pembelajaran harus dapat diukur, jadi tujuan haruslah operasional.Berdasarkan literatur yang saya peroleh bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengungkapkan 60 persen guru di Tanah Air belum menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Padahal, Kemendikbud menyebut Indonesia sekarang membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

"Kira-kira masih ada 60 persen guru yang penguasaan TIK masih terbatas. Dan ini tugas kita untuk belajar. Ini nyata sekali di pandemi Covid-19 banyak keluhan tentang kesenjangan kemampuan di antara guru, siswa dan orang tua yang beragam," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kemendikbud, Jumeri dalam acara Peluncuran BimTek Pembelajaran Berbasis TIK (Pembatik) Tahun 2021, Kamis (15/4). Di luar kompetensi guru, Jumeri mengatakan pendidikan daring di Indonesia masih mengalami sejumlah kesenjangan. Kesenjangan menyangkut konten di mana ketersediaan bahan ajaran bagi siswa di dunia maya begitu terbatas untuk bisa diakses."Kita masih butuh banyak konten. Untuk itu kreativitas guru-guru kita untuk membangun konten pembelajaran sangat penting," ucap Jumeri.

Kemudian, kesenjangan akses terhadap jaringan internet. Menurut Jumeri, selama pandemi Covid-19 masalah ini cukup menyulitkan mereka yang terpaksa harus mengadakan pembelajaran secara daring. Padahal di tengah-tengah keterbatasan akses jaringan internet.

"Kemudian jaringan gap, masih ada keterbatasan komunikasi di negeri kita. Kemudian di antara teman sejawat jaringan aksesnya masih terbatas," ucapnya.

Untuk itu, pihaknya mengaku melakukan sejumlah upaya guna memperkecil hal-hal tersebut. Soal kesenjangan penguasaan TIK, Kemendikbud menggagas PembaTIK, sebuah program untuk melatih kemampuan guru dengan dunia TIK.

"Oleh karena itu kami terus berupaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru-guru tentang pemanfaatan teknologi, dengan menyelenggarakan Peningkatan Kompetensi TIK atau PembaTIK. Ini adalah program bimbingan teknis yang mengacu pada model kompetensi guru rancangan UNESCO, dengan memanfaatkan portal Rumah Belajar sebagai medianya," katanya.

Menurut Nadiem, para guru yang mengikuti program PembaTIK 2021 akan melalui empat tingkatan level, yakni level 1 literasi TIK. level 2 implementasi TIK, level 3 kreasi TIK. Level 4 berbagi dan berkolaborasi menghasilkan materi pembelajaran.

Guru yang memiliki kemampuan untuk memaksimalkan potensi diri dengan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran, kata Nadiem merupakan salah satu kriteria terpenting Guru Penggerak. Para Guru Penggerak ini akan menjadi garda terdepan dalam upaya perbaikan kualitas pendidikan Indonesia.

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi begitu cepat dan kemajuannya yang begitu pesat tidak bisa dihindarkan. Perangkat teknologi seperti komputer, gadget seluler, dan internet sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan menggunakan teknologi itu bukan lagi barang mewah bagi kita, tetapi suatu keharusan. Perkembangan TIK yang cepat berpengaruh besar terhadap semua bidang kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan, dengan adanya inovasi pada TIK, maka orang dengan cepat dapat belajar, dan penyampaian informasi menjadi lebih mudah. Fungsi TIK itu lebih dari sekadar mentransfer materi pembelajaran ke lingkungan digital karena mereka diharapkan dapat menyediakan komunikasi, kerja sama, dan meta-kognisi.

Sehubungan dengan itu, maka penting sekali bagi guru menguasai dan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Disamping itu, menguasai dan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran adalah tuntutan kompetensi guru sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi dan Kompetensi Guru, bahwa guru harus memiliki kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian dan sosial. Pada kompetensi profesional dijelaskan bahwa sekurang-kurangnya seorang guru harus, diantaranya, menguasai dan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Dikatakan dalam prinsip pembelajaran kurikulum 2013 bahwa pemanfaatan TIK untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.

TIK merupakan salah satu kekuatan pendorong dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas tinggi. TIK dapat meningkatkan mutu pengajaran, pembelajaran dan manajemen di sekolah dan sehingga membantu meningkatkan standar (Livingstone, 2012)[3]. Saat ini, seiring dengan perkembangan dan kemajuannys, TIK mampu memberikan solusi dan layanan baru untuk kegiatan pendidikan. TIK dapat menawarkan alat baru untuk meningkatkan pengetahuan. Penggunaan TIK dalam pendidikan telah meningkatkan minat peserta didik. Meskipun alat TIK semakin populer, banyak guru masih memiliki tantangan untuk mengintegrasikan alat TIK dalam kegiatan pembelajaran (Nikolopoulou dan Gialamas, 2016)[4].

Kendati TIK sekarang menjadi alat yang berguna di kelas, banyak guru masih berjuang untuk mengintegrasikan teknologi dalam praktik mengajar mereka. Pertanyaannya, apa tantangan utama pemanfaatan TIK dalam pembelajaran? Bagaimana upaya untuk mengatasi kendala dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di kelas?

Kendala Pemanfaatan TIK

Kendala utama dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran yang dihadapi guru di sekolah adalah sarana dan prasarana pendukung yang terbatas. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah komputer, laptop, dan infokus. Kendala berikutnya yang cukup tinggi mempengaruhi guru memanfaatkan TIK dalam pembelajaran adalah ketersediaan jaringan internet dan sinyal. Selanjutnya kendala berikutnya adalah ketersediaan listrik. Pengetahuan teknis guru tentang teknologi informasi dan komunikasi yang terbatas menjadi kendala berikutnya dalam pemanfaatan TIK untuk pembelajaran di kelas. Kemudian, ketakutan dan pertimbangan dampak negatif dari penggunaan alat berupa HP dan laptop di sekolah menjadi kendala guru memanfaatkan TIK dalam pembelajaran di kelas. Atas pertimbangan ketakutan penyalahgunaan alat TIK tersebut, sekolah mengeluarkan kebijakan melarang guru membawa HP ke sekolah. Kendala terkecil penghambat guru memanfaatkan TIK adalah terkait pengelolaan data.

Selain kukurangan tersebut, masih ada jenis kekurangan lainnya yang dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti kurangnya waktu, kurangnya pelatihan TIK, kurangnya kesempatan mengembang diri dan lain sebagainya. Tantangan yang paling umum lainya dilaporkan oleh para guru, misalnya, kurangnya waktu mereka miliki. Mereka tidak punya cukup waktu untuk merencanakan rencana pelajaran teknologi yang luar biasa, atau menjelajahi berbagai aspek world wide web (www) atau perangkat lunak. Sebagian guru berkomentar bahwa dibutuhkan lebih banyak waktu untuk merancang proyek yang mencakup penggunaan teknologi baru daripada menyiapkan pelajaran untuk mengajar dengan cara tradisional dengan buku dan lembar kerja.

Nikolopoulou dan Gialamas (2016) mengelompokkan tantangan penggunaan TIK dalam proses pembelajaran dari tiga aspek, yaitu: kurangnya dukungan (lack of support), kurangnya kepercayaan (lack of confidence), dan kurangnya perlengkapan (lack of equipment).

  1. Kurangya Dukungan

Para guru di sekolah menengah sering merasakan banyak tekanan dari para pemimpin sekolah untuk menggunakan TIK dalam pengajaran mereka (Wikan dan Molster, 2011)[5]. Untuk memiliki integrasi TIK yang sukses dalam pengajaran, maka kepala sekolah perlu memberikan dukungan yang tepat kepada para guru; pertama, mengintegrasikan penggunaan TIK perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum dan guru harus memiliki rencana yang jelas untuk menggunakan TIK dalam pengajaran. Kedua, kepemimpinan sekolah perlu memiliki visi dan misi yang jelas untuk mengintegrasikan teknologi, dan memiliki rencana untuk mewujudkannya dan berinvestasi dalam TIK untuk pembelajaran di kelas. Ketiga, pemerintah perlu mengalokasikan investasi infrastruktur pendidikan yang mendorong penggunaan TIK.

Sementara itu, terkait kurangnya ketersediaan jaringan, listrik dan sarana pendukung lainnya, yang meliputi ketersediaan komputer, laptop dan infokus menjadi kendala kurangnya perlengkapan (lack of equipment). Sebenarnya masalah jaringan bisa dimasukkan dalam kategori kurangnya dukungan dari manajemen sekolah. Sekolah harusnya menyediakan anggaran untuk mengadakan fasilitas internet di sekolah. Bila dikaitkan dengan program gerakan literasi sekolah, indikator bahwa sekolah sudah menjalankan program literasi digital adalah tersedianya fasilitas internet di sekolah.

  1. Kurangnya Kepercayaan

Guru menghadapi banyak tantangan ketika mencoba untuk mengintegrasikan TIK dalam pengajaran mereka dan beberapa di antaranya adalah pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, dan sikap mereka (Papanastasiou dan Angeli, 2008)[6]. Menurut Papanastasiou dan Angeli (2008), kepercayaan dan sikap adalah faktor penting bagaimana guru menggunakan TIK dalam kegiatan mengajar. Dengan demikian, sikap guru terhadap TIK merupakan faktor penting ketika menerapkan TIK dalam pengajaran. Bukti empiris untuk mengklaim bahwa kepercayaan guru tentang praktik mengajar adalah penting dalam menjelaskan mengapa guru mengadopsi teknologi digital untuk pengajaran. Ward dan Parr (2010)[7] menunjukkan bahwa guru yang memahami manfaat menggunakan teknologi digital untuk mengajar dan belajar lebih mungkin menggunakan teknologi digital di sekolah. Menurut Basak dan Govender (2015)[8], satu sikap yang dimiliki para guru, di semua tingkatan, adalah kurangnya kepercayaan untuk menggunakan TIK dalam pengajaran mereka. Banyak guru takut menggunakan TIK dalam pengajaran mereka dan menjadi cemas ketika harus menggunakan pengetahuan TIK mereka. Selain itu, banyak guru juga kurang pengetahuan tentang manfaat TIK dalam pendidikan (Mirzajani et al., 2016)[9]. Jika mereka tidak memiliki pemahaman yang baik tentang manfaat potensial menggunakan TIK dalam mengajar, mereka mungkin tidak memiliki motivasi untuk mengintegrasikan TIK dengan kegiatan pengajaran.

  1. Kurangnya Perlengkapan

Ditemukan bahwa sebagian besar lembaga memiliki komputer. Tetapi komputer sangat sedikit dan sebagian besar waktu mereka sedang digunakan oleh siswa yang menawarkan ilmu komputer dan teknologi informasi (IT) meninggalkan sisa siswa dan guru dalam dilema. Berbagai penelitian menunjukkan beberapa penelitian alasan kurangnya akses ke teknologi. Dalam studi Sicilia, guru mengeluh tentang bagaimana sulitnya memiliki akses ke komputer. Guru mengidentifikasi kekurangan jumlah komputer yang tidak mencukupi, peripheral yang tidak mencukupi, dan jumlah salinan perangkat lunak, dan kurangnya akses internet simultan sebagai hambatan utama untuk implementasi TIK di Indonesia institusi pendidikan. Menurut Balanskatet al. (2006)[10], aksesibilitas sumber daya TIK tidak menjamin keberhasilan implementasi dalam pengajaran, dan ini bukan hanya karena kurangnya sarana dan prasarana TIK tetapi juga karena masalah lain seperti kurangnya perangkat keras yang berkualitas tinggi, pendidikan yang sesuai perangkat lunak, dan akses ke sumber daya TIK.

Strategi Pemanfaatan TIK

Dari sekian banyak hambatan yang dihadapi oleh guru dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di kelas, tentu harus dicarikan solusinya. Salah satu alternatif solusi mengatasi hambatan pemanfaatan TIK adalah dengan penerapan model BYOD (Bring Your Own Devices). Mengapa BYOD? Pembaca mungkin tertarik untuk ingin mengetahui kenapa sebuah organisasi seperti sekolah perlu menerapkan kerangka kerja BYOD. BYOD memiliki banyak keuntungan, seperti mengurangi biaya sekolah dan meningkatkan produktivitas guru atau siswa, menghemat anggaran dalam pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, lisensi, perjanjian jasa, dan tambahan asuransi, serta meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, produktivitas dan kepuasan guru dan siswa dalam pembelajaran.

BYOD merupakan sebuah fenomena yang mulai berkembang dan dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, dimana guru atau siswa membawa perangkat elektronik mereka sendiri (seperti laptoptabletUSB flash drive dan perangkat lain yang sejenis) untuk kegiatan belajar mengajar berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Sebagaimana diketahui kemajuan teknologi sudah masuk keseluruh lapisan masyarakat. Bahkan kemajuan teknologi di rumah tangga jauh lebih cepat dibandingkan dengan

kemajuan teknologi kebanyakan sekolah. Teknologi seluler telah merambah ke setiap aspek kehidupan manusia dan sangat memengaruhi cara penyampaian pendidikan. Ponsel cerdas dan perangkat tablet telah merevolusi seluruh sistem pendidikan, dan mempromosikan metodologi yang jelas bagi siswa untuk mengakses dan memahami konten akademis mereka. Banyak lembaga akademis telah mengizinkan siswa untuk membawa perangkat seluler mereka untuk meningkatkan sistem pembelajaran. Di Indonesia, masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana pembelajaran berbasis TIK. Dengan keterbatasan perangkat teknologi yang dimiliki sekolah, maka guru dapat melaksanakan pembelajaran berbasis TIK dengan meminta peserta didik membawa laptop/smartphone ke sekolah. Alat-alat tersebut dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Melalui penggunaan internet, maka bahan referensi materi yang sedang dipelajari lebih banyak dan luas. Guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.

Singkatnya, memanfaatkan TIK dalam pembelajaran merupakan amanat kurikulum 2013, dimana pembelajaran dilaksanakan berbasis aneka sumber belajar. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar. Disamping itu, berdasarkan prinsip pembelajaran kurikulum 2013 pemanfaatan TIK dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, penting sekali bagi guru menggunakan TIK dalam pembelajaran, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian hasil belajar. Akhirnya kami berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan informasi alternatif bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran berbasis TIK.

Copas sumber :Merdeka.com Kamis, 15 April 2021, HAMBATAN UTAMA PENGGUNAAN TIK DALAM PEMBELAJARAN DAN STRATEGI MENGATASINYA Oleh Bastudin, Editing tambahan By me